Pendidikan, Kunci Sukses Perusahaan Pers
DETIKMERDEKA.COM,- Disampaikan dalam Diskusi Nasional Vox Point Indonesia, 27 April 2024 di Hall Dewan Pers, Jakarta.
Education is the most powerful weapon which you can use to change the world.” —Nelson Mandela, Presiden pertama Afrika Selatan.
“To be successful in life what you need is education.”—Jawaharlal Nehru, perdana menteri India pertama tahun 1947 sampai 1964.
KEDUA kutipan negarawan Nelson Mandela dan Jawaharlal Nehru cukup untuk mengingatkan pemain baru dalam dunia usaha pers. Media pers rintisan atau dikenal dengan istilah start up, kalau ingin cepat berkembang dan menguasai pasar harus menempatkan pendidikan sebagai yang utama.
Pendidikan model apa yang bisa menjadi bekal media rintisan yang sekarang jumlahnya puluhan ribu di seluruh Indonesia? Tentu saja pendidikan yang berdaya guna untuk kehidupan, untuk menjalankan bisnis media, menambah keterampilan, kecerdasan, dan kesadaran.
Dalam dalam perusahaan pers ada dua bidang yang harus dipertajam pengetahuan dan keterampilannya. Pertama adalah bidang bisnis yang dijalankan oleh pengusaha dan bidang bisnis, termasuk pemasarannya.
Bidang kedua adalah bidang redaksi yang dijalankan oleh para profesional di bidangnya. Mereka adalah wartawan tulis dan foto, serta tenaga pendukungnya, seperti infografer dan lain-lainnya. Ini tergantung platform medianya. Media cetak, online, televisi, dan radio punya karakter pekerjaan yang berbeda-beda dan menuntut pendidikan kekhususan.
Wartawan atau siapapun yang ingin menjadi wartawan harus diberikan pendidikan khusus sesuai kebutuhan profesi yang sedang dijalani, walaupun sudah mengantungi ijazah perguruan tinggi.
Apakah pendidikan tinggi pada umumnya bisa untuk menjadi alat sebagai wartawan. Bisa, tetapi harus melalui proses relatif lama. Beda dengan yang diberi pelatihan atau pendidikan khusus sebagai tambahan, mereka akan cepat bisa mengaplikasikan pengetahuan jurnalistik sesuai kebutuhan.
Insan pers Indonesia adalah bagian dari bangsa Indonesia dan bangsa dunia. Ketika masyarakat yang bekerja di luar non pers memerlukan pendidikan supaya tidak termajinalkan, orang pers pun demikian. Wartawan harus terus meningkatkan pendidikan dan pelatihan sesuai kebutuhan di mana mereka bekerja.
Kalau tidak mau menambah pengetahuan sesuai perkembangan zaman, maka mereka akan terpinggirkan di dunia kerja mereka. Tidak mungkin mereka hanya duduk di depan komputer dengan kepala kosong. Perusahaan media membutuhkan kinerja atau produktifitas yang menghasilkan, dan bisa di-monetisasi-kan.
Media pers kini sedang dilanda disrupsi teknologi dan transformasi sosial. Jurnalisme lama berubah, mencair baik sistem produksinya maupun pemasarannya. Semua serba digital.
Pendidikan jurnalisme diperlukan pembaharuan baik di perguruan tinggi maupun di tempat pelatihan jurnalistik dan perusahaan media. Tanpa membekali pengetahuan baru, pasti akan tertinggal, terpinggirkan, dan gulung tikar.
Insan pers selain tetap memegang prinsip jurnalisme lama, juga harus menguasai yang terbaru. Prinsip lama yang tetap dipegang teguh adalah berwawasan luas, kritis, skeptis, meragukan informasi yang diuji kebenarannya, dan mempunyai kejujuran integritas tinggi.
Sementara cara kerja media mengandung kebaruan adalah multi tasking. Wartawan sekarang harus bisa menjalankan pekerjaan jurnalistik multi tasking dan multi platform. Selain sebagai wartawan tulis untuk mengisi media cetak dan media online, juga harus bisa mengambil video, televisi, dan gambar, bahkan menyiapkan infografis.
Sekarang awak media harus mampu memanfaatkan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Wartawan harus tahu etikanya ketika menggunakan AI, serta menerapkan kode etik jurnalistik (KEJ) dan pedoman-pedoman pemberitaan yang dikeluarkan oleh Dewan Pers. Misalnya pedoman pemberitaan ramah anak, pedoman pemberitaan disabilitas, dan pemberitaan terkait keberagaman. Wartawan atau jurnalis juga wajib tahu soal undang-undang tentang pers Nomor 40 Tahun 1999.
Sebagai pengusaha pers juga demikian. Harus tahu apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus ditempuh oleh wartawan yang bekerja dalam perusahaannya.
Undang-undang, peraturan, dan pedoman-pedoman pemberitaan itu mengikat semua wartawan, baik yang bekerja di perusahaan main stream dan lama, maupun perusahaan rintisan (start up)
Belakangan ini banyak perusahaan start up, termasuk mereka yang bernaung di bawah organisasi Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) yang sekarang beranggotakan sekitar 2.600 perusahaan pers siber.
SMSI tahu tantangan yang dihadapi perusahaan start up dan para wartawannya. Pendidikan khusus selalu diberikan, baik dilakukan SMSI sendiri, maupun dilakukan bersama Dewan Pers dan lembaga lain.
Sebagai terobosan, SMSI secara khusus mengundang ahli yang bekerja dalam jaringan Google untuk memberi pelatihan anggotanya. Pelatihan diberikan sesuai sistem kerja Google, antara lain bagaimana menyesuaikan algoritma Google untuk mendongkrak tingkat keterbacaan.
Mempelajari KEJ dan Hukum Pers