Terlepas dari kontroversi tulisan ini, terlihat strategi politik Prabowo-Gibran sedang membangun spirit pemilu gemoy tersebut.
Mungkin dengan besar atau dominannya poros kekuasaan yang melekat pada Prabowo-Gibran telah menyakini bahwa pendulum kekuasaan 2024 telah berada pada posisinya. Sehingga rakyat sebagai pemilih tidak mesti lagi dibenturkan secara politik konflik-saling serang.
Untuk itu, mungkin ada benarnya bahwa dengan filosofi pemilu gemoy ini sebuah pengantar solusi bagi rakyat agar tidak terperosok ke dalam jebakan politik penuh janji-janji manis.
Gemoy yang dimaksud dalam tulisan ini juga secara tidak langsung bermuatan edukasi publik terkait membangun negeri tidak relevan lagi jika mengedepankan perlawanan, namun “gemes-lucu” memahami negeri ini adalah suatu keniscayaan betapa komplitnya ketimpangan yang mengendap di tubuh republik.
Akhirnya, saat pemilu 2024 jadi gemoy, paling tidak telah memberi solusi alteratif bagi rakyat untuk tidak seperti ikan lele yang terperosok ke air keruh saat musim panen tiba dan menguntungkan tuannya.
Oleh : Zulfata
Direktur Sekolah Kita Menulis/SKM dan penulis buku “Membaca Indonesia (dari Kekuasaan, oleh dan untuk Kekuasaan)